Apakah masyarakat menerima Politik Uang ??
Lucu dan sedikit menggelikan duduk satu meja dengan masyarakat membicarakan diskusi dan pengalaman dalam proses pencalegan di Kota Dumai . Saya mendapat kesempatan bersama teman-teman langsung untuk membicarakan penyelenggaraan pemilu tersebut. Kegelian itu muncul ketika masyarakat disodorkan pertanyaan berkaitan dengan sikap mereka ketika ada caleg yang datang menawari sejumlah uang dengan harapan memilihnya.
“Bagaimana sikap anda ketika didatangi oleh seorang caleg lalu ditawari duit dengan harapan anda memilihnya?”
“Diambil saja uangnya, tapi belum tentu dipilih. Kita bilang tenang sajo lah, apa yang diberikan diterima saja.”
Mendengarkan jawan temannya di atas, beberapa di antara peserta diskusi tertawa mendengarkan jawabannya temannya. Mungkin karena di lapangan mereka mengalami hal yang sama.
Ada juga yang menanggapi dengan sangat ideal. “Saya tidak akan menukar suara saya dengan sejumlah uang ataupun barang, saya hanya akan menukarkan dengan ide dan gagasan pada caleg itu .”
Sebahagian lagi mengatakan, “Mungkin lebih baik ambil duluan, setelah terpilih lupa sama pemilih, dari pada tidak mengambil duluan, caleg terpilih, terlupakanlah kita.”
Ini adalah tiga respon audience terhadap praktek politik uang dalam setiap pelaksanaan pemilu, atau dalam setiap kompetisi kekuasaan. Sepertinya uang menjadi benda yang sangat lumrah dalam menyertai setiap momentum demokrasi. Baik itu di kota Dumai, apalagi di pelosok pedalaman.
Tanggapan peserta di atas menunjukkan bahwa kebanyakan Caleg dalam mempengaruhi pilihan masyarakat pemilih dengan mengandalkan kekuatan uang. Pada saat yang sama pula dari pihak pemilih akan menjatuhkan pilihannya kepada kandidat yang memberinya uang atau materi lainnya. Dari tiga jawaban di atas orang pertama dan ketiga secara substansi jawabannya sama, bahwa apabila ditawari suaranya ditukar dengan uang akan dilakukan. Hanya orang kedua yang menjawabnya dengan sangat ideal, itupun persoalan di lapangan belum menjamin sebetulnya. Ini menunjukkan bahwa kebanyakan pemilih akan memilih orang yang akan memberinya sejumlah uang.
Kemudian teman saya lanjut bertanya. Bagaimana sikap anda ketika melihat pelanggaran pemilu terjadi? Apa yang anda akan lakukan?
Hampir serentak menjawab, “Tidak berani melapor, berbahaya terhadap diri sendiri dan keluarga”.
Jawaban peserta ini pertanda bahwa betapa masyarakat berada pada posisi yang lemah dan selalu dilemahkan. Bahkan ketika melihat ada yang salah, masyarakat tidak akan berani tampil melaporkan kesalahan itu, takut menjadi sasaran kemarahan oleh kekuatan politik tertentu.
Siapa yang tak kenal politik uang (money politics)? Mungkin saat ini sudah hampir semua orang kenal istilah ini. Atau bisa jadi, secara tak sadar pernah berhadapan dengan politik uang. Money politics sebenarnya bukan istilah baru.Istilah money politics cukup akrab di masyarakat. Tapi lantaran etika dan estetika, biasanya politik uang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sudah saat kita cerdaskan masyarkat kita dengan ide dan gagasan menuju perubahan yang lebih baik....mari kita tinggalkan pembodohan masyarakat kita dengan politik uang (money politics).
Posting Komentar