Muda, Peduli, dan Merakyat
Featured Post Today
print this page
Latest Post

Sebuah Renungan di Hari Ulang Tahunku Ke 40

Alhamdulillahirobbil’alamin puji dan syukur ku panjatkan kepadamu ya Allah karena sampai saat ini engkau masih memberikanku kesempatan untuk hidup didunia yang indah ini, sujud syukurku kepadamu karena sampai saat ini aku masih bisa bersanding bersama orang-orang yang sangat ku cintai. Terkadang hidup ini penuh dengan kesesatan duniawi, tatkala akupun sering melanggar semua perintahmu dan selalu mengulanginya secara terus menerus baik itu sengaja ataupun itu hanyalah itu ketidak sengajaanku. Dengan penuh kesadaran aku menyadari bahwa selama ini yang aku lakukan hanyalah mempersulit keadaan orang-orang yang aku cintai dan masih belum bisa membahagiakan mereka, akan tetapi aku yakin bahwa di balik itu semua engkau punya rencana yang amat baik demi menuntunku ke jalan yang engkau ridhai.

Di pertambahan usia ku yang 40 tahun ini nampaknya aku bukanlah seorang anak kecil lagi yang segala sesuatunya harus menjadi beban bagi mereka, terkadang dalam hati selalu merenung kapankah diri ini bisa membuat mereka bahagia? Mereka yang kucintai adalah mereka yang selalu mendukung segala sesuatu yang aku lakukan dan selalu menegurku di saat aku berada di jalan yang salah. Ya allah 1 keinginanku di hari ulang tahunku ini adalah agar selalu bisa membahagiakan mereka dan selalu dalam jalan yang engkau ridhai, aku sadar hidup ini tidak ada keberkahan tanpa adanya penyesalan dan do’a yang ku panjatkan kepadamu. Ya allah berikanlah petunjuk kepadaku agar aku selalu menjadi hambamu yang kuat, sabar dan ikhlas dalam menghadapi kehidupan ini, dan tuntunlah diri ini agar selalu menjadi pribadi yang bijaksana dalam menghadapi persoalan di dunia ini.

Satu tekadku adalah ingin menjadi seorang pribadi yang bisa membanggakan semua orang dan tidak mengecewakan mereka untuk kesekian kalinya.

Mungkin ini adalah sedikit ungkapan hatiku kepadamu ya allah :

Kata taubat yang telah ku ucap kini ku nodai lagi

Ku terikat dengan banyak dosa yang terkadang ku hindari

Kalau bukan karena rahmatMu mungkin ku sudah menjadi

Manusia yang hina dan jauh dari pandangan semua

Ku yakin Kau masih mau memberi

Kesempatan lebih dari seribu kali

Ya Allah ku telah sia-siakan usiaku

Yang ku takut bukan saat ku mati

Tapi yang ku takut setelah ku mati

Amal apa yang akan ku bawa saat ku di hisab nanti

Dosaku yang terhapus rahmatMu kini ku nodai lagi

Dan semua nikmat yang Kau beri telah banyak ku ingkari

Ucapan terima kasih tak lupa ku sampaikan kepada kedua orangtuaku dan keluarga besar, sahabat-sahabatku, kekasihku dan juga para sahabat blogger lainnya. Tanpa kalian hidup ini terasa mati dan bagaikan kehilangan raga yang sebenarnya.

Jadi orang yang sukses bukan dilihat dari harta yang dimiliki tetapi sukses itu disaaat kita bisa membuat orang yang kita cintai bahagia saat bersama kita.

Kesombongan dunia ini terkadang membutakan hati kita dan perlu diingat jangan pernah menilai segala sesuatu hanya dengan materi, ingat di akhirat nanti yang ditanyakan bukanlah seberapa banyak uang kita yang berada di dalam dompet/bank, tetapi seberapa banyak uang kita yang berada dalam kotak amal, jadi lakukanlah yang terbaik agar selalu di ridhai oleh tuhanmu.

Berharap di usia 40 tahun ini segala sesuatu dalam hidupku ini bisa jauh lebih baik (lebih dewasa lagi, serta diberikan rezeki yang berlimpah dan selalu diberikan kesehatan.!)

Amin ya allah.

0 komentar

Legislatif di Indonesia.

Badan legislatif adalah struktur politik yang berfungsi mewakili warga negara di dalam proses pembuatan kebijakan negara. Peran badan ini semakin signifikan dan mendetail utamanya pasca transisi politik Indonesia tahun 1998. Undang-undang Dasar 1945 pun telah beberapaka kali diamandemen, dan secara khusus menspesifikkan nama struktur dan fungsi dari badan-badan legislatif Indonesia.

Melalui UUD 1945, dapat diketahui bahwa struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Badan-badan ini memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda. Sebab itu, Jimly Asshiddiqie menyebut Indonesia setelah Amandemen ke-4 UUD 1945, Indonesia menerapkan sistem Trikameral (sistem 3 kamar) dalam lembaga perwakilan rakyat.

Sebagai pembanding, dapat kita lihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat. Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates. Sementara di Indonesia, ada 3 lembaga perwakilan yang diakui konstitusi, yaitu MPR, DPR, dan DPD.

MPR merupakan struktur legislatif yang Cuma berkedudukan di tingkat pusat. Fungsi dari badan ini adalah mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta hanya dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan Undang-undang Dasar. Anggota MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota yang dipilih melalui pemilu. MPR bersidang sedikitnya 5 tahun sekali dan setiap keputusannya diambil dengan suara terbanyak.

DPR adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden. Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah fungsi anggaran, fungsi legislasi, dan fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.

Anggota DPR ini seluruhnya dipilih melalui mekanisme pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari partai-partai politik. Secara substansial, struktur dan fungsi DPRD I serta DPRD II adalah sama dengan DPR pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan DPRD I adalah di tingkat Provinsi sementara DPRD II di tingkat Kabupaten/Kota.

DPD adalah struktur legislatif yang relatif baru dalam sistem politik Indonesia. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi adalah sama. Namun, Undang-undang Dasar 1945 mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya 1 kali dalam setahun.

Sesuai namanya, DPD berfungsi mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain mengajukan, DPD juga ikut serta di dalam membahas rancangan undang-undang yang mereka ajukan ke DPR itu. Juga, DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Sehubungan dengan fungsi di atas, selain mengusulkan, ikut membahas, dan memberikan pertimbangan, DPD juga punya hak untuk mengawasi pelaksanaan setiap undang-undang berkait masalah di atas. Namun, sebagai hasil pengawasan, DPD tidak dapat bertindak langsung oleh sebab mereka harus menyampaikan terlebih dahulu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

UUD 1945


UUD 1945 adalah konstitusi Republik Indonesia. Ia mengatur prinsip-prinsip dasar ketatanegaraan negara. Hubungan lembaga-lembaga negara baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif dimuat dalam konstitusi ini. UUD 1945 itu sendiri bukan sesuatu yang kaku atau tidak bisa berubah. Bahkan UUD 1945 telah mengalami 4 kali perubahan atau amandemen.

Amandemen Pertama terjadi di dalam Sidang MPR tahun 1999, tepatnya ditetapkan pada 19 Oktober 1999. Subtansi perubahan adalah pada pembatasan kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Amandemen Kedua terjadi di Sidang Tahunan MPR tahun 2000, tepatnya tanggal 18 Agustus 2000. Substansi perubahan adalah pada pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam memperkuat kedudukan DPR dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.

Amandemen Ketiga terjadi pada Sidang Tahunan MPR 2001, tepatnya tanggal 9 Nopember 2001. Substansi perubahan pada pengubahan atau penambahan ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara, dan hubungan antarlembaga negara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta tentan Pemilihan Umum.

Amandemen Keempat terjadi pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002, tepatnya tanggal 10 Agustus 2002. Substansi perubahan meliputi kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agusng (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.

Melalui 4 amandemen tersebut, terjadi perubahan UUD 1945 yang awalnya hanya terdiri atas 71 butir ketentuan menjadi 199 butir. Dari 199 butir tersebut, hanya 25 butir atau 25% yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, 174 butir atau 88% merupabakan butir-butir baru atau butir-butir lama yang telah mengalami perubahan.

Agar lebih jelas melihat peta lembaga-lembaga politik Indonesia berdasarkan UUD 1945, silakan lihat tabel berikut :

Majelis Permusyawaratan Rakyat


Kedudukan MPR. MPR Indonesia sesungguhnya dirancang ke aras 2 kamar tersebut (DPR dan DPD). Namun, melalui amandemen terakhir UUD 1945, MPR tetap menjadi badan tersendiri yang diatur konstitusi. Argumentasi Trikameral ini sebagai berikut :
  1. Keberadaan Utusan Golongan telah dihapuskan sehingga prinsip keterwakilan fungsional (functional representation) di MPR menjadi tidak ada lagi. Sebab itu, anggota MPR hanya terdiri atas anggota DPR mewakili prinsip keterwakilan politik (political representation) dan DPD mewakili prinsip keterwakilan daerah (regional representation).
  2. MPR tidak lagi berfungsi selaku “supreme body” yang punya kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol. Sebelumnya, MPR fungsi-fungsi : (1) menetapkan UUD dan mengubah UUD; (2) menetapkan GBHN; (3) memilih Presiden dan Wakil Presiden; (4) meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden; (5) memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden. Kini fungsi tersebut telah susut menjadi hanya : (1) menetapkan UUD dan atau Perubahan UUD; (2) melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan (3) memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden, dan (4) menetapkan Presiden dan atau Wakil Presiden Pengganti sampai terpilihnya Presiden dan atau Wakil Presiden.
  3. Amandemen UUD 1945 menyuratkan kekuasaan membentuk Undang-undang Dasar ada di tangan DPR (bukan MPR lagi). Sebab itu, Indonesia kini menganut “separation of power” (pemisahan kekuasaan).
  4. Dengan diterapkannya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, MPR tidak lagi punya kuasa memilih keduanya. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR melainkan langsung kepada rakyat.

Kendati begitu, ada beberapa peran vital yang diemban MPR. Misalnya, menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Pasal 8 ayat 2 menyatakan dalam hal terjadi kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya 60 hari MPR bersidang untuk memilih wakil presiden dari 2 calon yang diusulkan Presiden. Selain itu, Pasal 8 ayat 3 menyebut, bahwa dalam hal terjadinya kekosongan presiden dan wakil presiden secara bersamaan, maka selambat-lambatnya dalam 30 hari MPR bersidang untuk memilih presiden dan wakil presiden dari 2 pasangan calon presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wapres-nya meraih suara yang terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya.

Juga, Pasal 3 ayat 3, Pasal 7A dan Pasal 7B, MPR punya kewenangan mengubah dan menetapkan UUD sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 37 UUD 1945. Dengan argumentasi-argumentasi di atas, dapat dipahami bahwa MPR adalah lembaga yang berdiri sendiri di samping DPR dan DPD. Sebab itu, Indonesia dikenal menerapkan sistem perwakilan 3 kamar (trikameralisme).

Mengenai kecilnya peran MPR ini, Maswardi Rauf menulis bahwa sempat muncul pemikiran bahwa MPR itu tidak perlu dilembagakan. MPR tidak perlu berbentuk badan tersendiri sebab ia sekadar joint session dari persidangan-persidangan yang dilakukan DPR dan DPD. Lebih lanjut, Rauf menyatakan MPR sekadar punya 3 fungsi, yaitu : (1) Mengubah dan menetapkan UUD; (2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden, dan (3) Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya (tentu, setelah mendengar usulan DPR dan mekanisme lain di dalam UUD 1945).

Fungsi MPR yang pertama dan ketiga bukanlah fungsi yang rutin dilakukan (jarang). Fungsi melantik Presiden dan Wakil Presiden pun sekadar seremonial, karena MPR sekadar melakukan upacara. Perlu diingat, yang memilih Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi MPR, tetapi rakyat secara langsung. Sebab itu, MPR tidak dapat menghambat jalannya pelantikan dengan kuorum kehadiran anggota mereka apalagi jumlah suara yang setuju/tidak setuju pelantikan tersebut.

MPR dalam Sejarah. Dalam perspektif historis, cikal bakal MPR kini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beroperasi tahun 1945 hingga 1949. Saat itu, tata negara Indonesia belumlah semapan sekarang. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam masa itu belumlah ada struktur legislatif bernama MPR. Namun, dalam Aturan Peralihan UUD 1945 termaktub bahwa “sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk oleh UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.”

Tanggal 29 Agustus 1945 dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat yang saat itu merupakan badan pembantu Presiden. Anggotanya terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah, termasuk anggota PPKI. Susunan pimpinan KNIP ini adalah :
  • Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
  • Wakil : Mr. Sutardjo Kartohadikusuma
  • Wakil : Mr. J. Latuharhary
  • Wakil : Adam Malik

KNIP lalu mengusulkan pada eksekutif untuk menerbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X/1945 pada tanggal 16 Oktober 1945. Isi dari maklumat tersebut adalah diserahinya tugas-tugas MPR dan DPR serta penetapan Garis Besar Haluan Negara kepada KNIP, sebelum badan-badan yang diperuntukkan untuk itu belum ada.

UUD Republik Indonesia Serikat dan UUDS 1950. Pada tahun 1949 hingga 1959 berlaku dua versi konstitusi berbeda: Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan UUD Sementara. Di dalam 2 versi konstitusi tersebut, lembaga bernama MPR tidaklah dikenal. Pada masa ini pula, Indonesia menyelenggarakan Pemilu pertama tanggal 29 September 1955. Dalam Pemilu ini, rakyat secara langsung memilih anggota DPR dan Konstituante (badan penyusun undang-undang dasar).

Setelah terpilih, Konstituante segera bersidang menyusun UUD. Namun, di dalam Konstituante sendiri terjadi aneka perdebatan yang berujung pada ditemuinya “jalan buntu.” Untuk mengatasi itu, Presiden RI (Sukarno) segera mengeluarkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit tersebut adalah : Pembubaran Konstituante; Berlakunya kembali UUD 1945 dan pembatalan UUDS 1950, serta pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Upaya Presiden ini merupakan bentuk pengimplementasian pendirian struktur-struktur politik yang memang digariskan dalam UUD 1945.

MPRS. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 2 tahun 1959. Dasar hukumnya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu. Isi dari Penpres tersebut adalah :
  1. MPRS terdiri atas anggota DPR Gotong Royong ditambah utusan-utusan daerah dan golongan
  2. Jumlah anggota MPR ditetapkan Presiden.
  3. Yang dimaksud daerah dan golongan adalah Daerah Swatantra Tingkat I (setara provinsi) dan Golongan Karya (fungsional).
  4. Anggota tambahan MPRS diangkat Presiden dan mengucap sumpah menurut agama di hadapat Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
  5. MPRS punya ketua dan beberapa wakil ketua yang diangkat Presiden.

Jumlah anggota MPRS yang dibentuk kemudian, didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 199 tahun 1960, adalah 616 orang. Jumlah ini terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah. Susunannya sebagai berikut :
  • Ketua : Chairul Saleh
  • Wakil : Mr. Ali Sastroamidjojo
  • Wakil : K.H. Idham Chalid
  • Wakil : Dipa Nusantara Aidit
  • Wakil : Kolonel Wilujo Puspojudo

Dalam kelanjutannya, MPRS ini melakukan beberapa kali sidang. Sidang pertama diadakan 10 Nopember s/d 7 Desember 1960, yang menghasilkan dua keputusan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara, dan; (2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

Sidang kedua yang diadakan MPRS berlangsung tanggal 15 s/d 22 Mei 1963. Dalam sidang kedua ini dicapat 2 ketetapan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup, dan; (2) Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

Sidang ketiga yang diadakan MPRS terjadi pada tanggal 11 s/d 16 April 1965. Sidang ini menghasilkan ketetapan-ketetapan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di Atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan “Berdikari” sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia; (2) Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di Atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan; (3) Ketetapan MPRS Nomor VII/MPRS/1965 tentang “Gesuri”, “TAVIP” (Tahun Vivere Pericoloso), “The Fifth Freedom is Our Weapon” dan “The Era of Confrontation” sebagai Pedoman-pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia, dan; (4) Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.

Pada periode 1966 hingga 1972, periode setelah Presiden Sukarno tidak lagi menjabat presiden, terciptalah susunan pimpinan MPRS sebagai berikut :
  1. Ketua : Dr. A.H. Nasution
  2. Wakil : Osa Maliki
  3. Wakil : H.M. Subchan Z.E.
  4. Wakil : M. Siregar
  5. Wakil : Mashudi

Struktur baru MPRS ini mengadakan Sidang Umum keempat MPRS di Istora Senayan Jakarta tanggal 21 Juni hingga 5 Juli 1966. Sidang umum ini menghasilkan sangat banyak ketetapan, yang totalnya berjumlah 24. Dalam Sidang Umum keempat ini juga diadakan Sidang Istimewa MPRS untuk mendengar Pidato Pertanggungjawaban Presiden Sukarno dalam pidatonya yang dikenal sebagai Nawaksara.

MPRS tidak puas dengan pidato pertanggungjawaban tersebut, dan Presiden Sukarno lalu melengkapinya pada tanggal 10 Januari 1967 dengan suratnya berjudul “Pelengkap Nawaksara.” Namun, tetap saja ini tidak memuaskan MPRS. MPRS sebab itu mengambil kesimpulan bahwa Presiden tidak memenuhi kewajiban konstitusional.

Di sisi lain, DPR-GR mengusulkan pada MPRS untuk mengadakan kembali Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Sukarno dan mengangkat Letjen Suharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum. Sidang Istimewa akhirnya digelar MPR tanggal 7 hingga 12 Maret 1967.

Pada tahun 1971, Indonesia mengadakan Pemilu yang pertama. Dari Pemilu tersebut dihasilkan Susunan pimpinan MPR (tidak pakai sementara lagi). Susunan keanggotaan MPR ini didasarkan pada Undang-undang No.16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR. Menurut UU tersebut, jumlah anggota MPR adalah 920 orang, dengan komposisi berikut :
  • Fraksi ABRI : 230 orang
  • Fraksi Karya Pembangunan : 392 orang
  • Fraksi PDI : 42 orang
  • Fraksi Persatuan Pembangunan : 126 orang
  • Fraksi Utusan Daerah : 130 orang

Pola MPR seperti di atas konsisten selama periode Orde Baru hingga 1998. Posisi MPR, dalam sidang 5 tahunannya melakukan hal-hal rutin seperti mengangkat Suharto sebagai presiden, dan menentapkan GBHN yang draf-nya sudah ditentukan oleh pemerintah. Kondisi ini sedikit berubah pasca transisi politik Indonesia 1998.

Pasca 1998. Pasca 1998, MPR mengalami perubahan sesuai perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Perubahan ini tampak dari berubahnya fraksi-fraksi yang dihasilkan antar periode Pemilu.

Dalam periode 1999 – 2004, jumlah Fraksi yang ada di MPR terdiri atas 9 Fraksi dan 1 NonFraksi. Fraksi-fraksi yang ada adalah Fraksi Partai Bulan Bintang (14 orang), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (305 orang); Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa (5 orang); Fraksi Partai Daulah Ummat (8 orang); Fraksi Partai Golongan Karya (297 orang); Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (109 orang); Fraksi PPP (123 orang); Fraksi Reformasi (46 orang); Fraksi TNI/Polri (96 orang); dan nonFraksi 1 orang yaitu Drs. Dr. Muhammad Ali, SH., Dip. Ed., M.Sc.

Pasca pemilu 2004, tercipta formasi baru Fraksi MPR yang terdiri atas 8 Fraksi dan 1 Kelompok Dewan Perwakilan Daerah. Fraksi-fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Golongan Karya (PKPB dan PBR bergabung ke sini); Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDS bergabung ke sini); Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Fraksi Partai Demokrat (gabunga 5 parpol dengan 20 kursi); Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa; Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi (gabungan PBB, PP, PNI-Marhaenisme, PKPI, PPDK, dan PPDI), serta Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (132 orang).

Dewan Perwakilan Rakyat


Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative). Jimly Asshiddiqie menyebut, fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.

Dalam skema sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: Dalam lini Input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan harian; Di lini konversi, DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana kepentingan masyarakat diakomodir; dan di lini Output, DPR mengeluarkan Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga kepresidenan.

Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR adalah struktur yang menjalankan fungsi-fungsi Input (agregasi kepentingan, komunikasi politik) dan fungsi output yaitu Legislasi.

Dalam kekuasaannya sebagai legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di tangan DPR.

Hubungan DPR dengan Presiden. Berdasar Pasal 20 UUD 1945, DPR dipahami sebagai lembaga legislasi atau legislator, bukan Presiden atau DPR. Dalam konteks pembuatan undang-undang oleh DPR ini, UUD 45 menggariskan hal-hal sebagai berikut :
  • DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif, bukan Presiden atau DPD
  • Presiden adalah lembaga yang mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah mendapat persetujuan besama dalam rapat paripurna DPR resmi menjadi Undang-undang.
  • Rancangan Undang-undang yang telah resmi sah menjadi Undang-undang wajib diundangkan sebagaimana mestinya.
  • Setiap rancangan undang-undang dibahas agar diperoleh persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam persidangan DPR.
  • Jika RUU adalah inisiatif DPR, maka DPR sebagai institusi akan berhadapan dengan Presiden sebagai kesatuan institusi yang dapat menolak inisiatif DPR itu (seluruhnya atau sebagian). RUU itu tidak boleh lagi diajukan DPR dalam tahun sidang yang sama. Di sini, posisi DPR dan Presiden berimbang.
  • Jika RUU inisiatif Presiden, maka DPR juga berhak menerima ataupun menolak (sebagian atau seluruhnya). DPR dapat melakukan voting untuk menerima atau menolak RUU yang diajukan Presiden itu.
  • Jika suatu RUU telah disetujui dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam rapat DPR tersebut, maka secara substantif ataupun materiil RUU tersebut sah sebaga UU. Namun, pengesahan DPR itu belum mengikat secara umum karena belum disahkan oleh Presiden serta diundangkan sebagaimana mestinya. Meski Presiden sudah tidak dapat lagi mengubah materinya atau tidak menyetujuinya, tetapi sebagai UU ia sudah sah.
  • Suatu RUU yang disahkan DPR sebagai UU baru bisa berlaku umum mempertimbangkan kondisi berikut : (a) Faktor pengesahan oleh Presiden dengan cara menandatangani naskah Undang-undang itu; (b) Faktor tenggang waktu 30 hari sejak pengambilan keputusan atas rancangan UU tersebut dalam rapat paripurna DPR (pengesahan materil oleh DPR, pengesahan formil oleh Presiden).


Fungsi-fungsi DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden.

Hak DPR sebagai Lembaga. Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak-hak DPR selaku Lembaga meliputi hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Hak Interpelasi DPR ini diatur dalam UU No.22 tahun 2003, yaitu hak DPR sebagai lembaga, untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak Angket adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai :
  1. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional;
  2. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
  3. dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wapres.

Hak Anggota DPR. Selain itu, Hak-hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak Mengajukan Pertanyaan; (3) Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat; (4) Hak Memilih dan Dipilih; (5) Hak Membela Diri; (6) Hak Imunitas; (7) Hak Protokoler; dan, (8) Hak Keuangan dan Administratif. Keterangannya adalah sebagai berikut :
  1. Hak Mengajukan Rancangan Undang-undang adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-undang.
  2. Hak Mengajukan Pertanyaan adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan, singkat, jelas, dan disampaikan kepada pimpinan DPR.
  3. Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat adalah hak setiap anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
  4. Hak Memilih dan Dipilih adalah hak setiap anggota DPR untuk menduduki jabata tertentu pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
  5. Hak Membela Diri adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri dan atau memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan pelanggaran Kode Etik atas dirinya.
  6. Hak Imunitas adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan.
  7. Hak Protokoler adalah hak setiap anggota DPR bersama Pimpinan DPR sesuai ketentuan perundang-undangan.
  8. Hak Keuangan dan Administratif adalah hak setiap anggota DPR untuk beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain yang mendukung pekerjaan selaku wakil rakyat.

Kewajiban Anggota DPR. Selain punya hak, anggota DPR juga punya serangkaian kewajiban yang harus ia penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
  1. mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
  3. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
  4. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
  5. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
  6. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
  7. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dangolongan;
  8. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
  9. menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR; dan
  10. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait

Fraksi DPR. Fraksi adalah pengelompokan Anggota berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi, bersifat mandiri, dan dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan pelaksanaan tugas, wewenang, serta hak dan kewajiban DPR.

Fraksi mempunyai jumlah anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dibentuk oleh anggota partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan anggota dari 2 atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang memperoleh kurang dari 13 orang atau bergabung dengan Fraksi lain. Setiap Anggota harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh anggota Fraksinya masing-masing.

Fraksi bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR. Fraksi bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan, dan efisiensi kerja anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.

Alat Kelengkapan DPR. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR terdiri dari: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.

1. Pimpinan DPR RI

Pimpinan DPR merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif, terdiri atas satu orang Ketua dan 3 orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Paripurna.

Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon Ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dari Fraksi yang berbeda untuk di tetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Pimpinan DPR dipilih dari dan oleh Anggota. Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dan Fraksi yang berbeda untuk ditetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Tugas Pimpinan DPR antara lain:
  • memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
  • menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua;

  • menjadi juru bicara DPR;

  • melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;

  • melaksanakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;

  • mewakili DPR dan/atau alat kelengkapan DPR di pengadilan;

  • melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; serta menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR;

  • mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPR.
2. Badan Musyawarah (BAMUS) Badan Musyawarah (Bamus) merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. Keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Jumlah Anggota Badan Musyawarah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari jumlah Anggota yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas Badan Musyawarah antara lain:
  • menetapkan acara DPR untuk 1 Tahun Sidang, 1 Masa Persidangan, atau sebagian dari suatu Masa Sidang, dan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian Rancangan Undang-Undang, dengan tidak mengurangi hak Rapat Paripurna untuk mengubahnya;
  • meminta dan/atau memberikan kesempatan alat kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan;
  • menentukan penanganan suatu Rancangan undang-Undang atau pelaksanaaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR.
3. Komisi Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Setiap Anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi. Jumlah Komisi, Pasangan Kerja Komisi dan Ruang Lingkup Tugas Komisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPR yang didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga non-kementerian, dan sekretariat lembaga negara, dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Tugas Komisi di bidang anggaran : mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah; dan mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah. Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya; membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya; melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta membahas dan menindklanjuti usulan DPD. Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses. Komisi, bidang kerja, dan pasangan kerja dapat dipelajari pada tabel di bawah ini : 4. Badan Legislasi (BALEG) Susunan keanggotaan Badan Legislasi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas Badan Legislasi antara lain: merencanakan dan menyusun program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan Undang-Undang untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran; dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; dan melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang diajukan Anggota, Komisi, atau Gabungan Komisi sebelum Rancangan Undang-Undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan Dewan, membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya. Badan Legislasi dalam melaksanakan tugasnya dapat mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPR. 5. Panitia Anggaran Susunan keanggotaan Panitia Anggaran ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang, terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan dari Fraksi. Panitia Anggaran bertugas melaksanakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Panitia Anggaran dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat Kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum, baik atas permintaan Panitia Anggaran maupun atas permintaan pihak lain; serta mengadakan konsultasi dengan DPD. 6. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Susunan keanggotaan BURT ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas BURT adalah antara lain; membantu Pimpinan DPR dalam menentukan kebijaksanaan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal; membantu Pimpinan DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh sekretariat Jenderal; dan membantu Pimpinan DPR dalam merencanakan dan menyusun Anggaran DPR dan Anggaran Sekretariat Jenderal. BURT dapat meminta penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat Jenderal. BURT memberikan laporan tertulis sekurang-kurangnya sekali dalam satu Tahun Sidang kepada Pimpinan DPR. Dalam melaksanakan tugasnya BURT bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. 7. Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas BKSAP antara lain: membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dengan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen-parlemen dan/atau anggota-anggota parlemen; mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR; mengadakan evaluasi dan mengembangkan tindak lanjut dari hasil pelaksanaan tugas BKSAP, terutama hasil kunjungan delegasi DPR ke luar negeri; dan memberikan saran atau usul kepada Pimpinan DPR tentang masalah kerjasama antar parlemen. BKSAP dalam melaksanakan tugasnya dapat; mengadakan konsultasi dengan pihak yang dipandang perlu mengenai hal yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya; mengadakan hubungan dengan parlemen negara lain dan organisasi internasional atas penugasan atau persetujuan Pimpinan DPR. 8. Badan Kehormatan Susunan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 13 (tiga belas) orang. Tugas Badan Kehormatan antara lain :
  1. Menetapkan keputusan hasil penyelidikan dan verifikasi dan menyampaikan keputusan tersebut kepada Pimpinan DPR.
  2. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota karena: tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota; tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon Anggota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum; melanggar sumpah/janji, Kode Etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Anggota; atau melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan;
Badan Kehormatan mempunyai wewenang untuk: memanggil Anggota yang bersangkutan untuk memberikan pernjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain. Setelah Badan Kehormatan melakukan penelitian dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, bukti-bukti serta sanksi-sanksi, Badan Kehormatan dapat memutuskan sanksi berupa:
  • Teguran tertulis yang disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Anggota yang bersangkutan.
  • Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan DPR atau Pimpinan Alat Kelengkapan DPR yang disampaikan kepada pimpinan DPR untuk dibacakan dalam rapat Paripurna.
  • Pemberhentian sebagai Anggota oleh Pimpinan DPR disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada anggota yang bersangkutan.
  • Badan Kehormatan dapat menetapkan keputusan rehabilitasi, apabila Anggota yang diadukan terbukti tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan Kode Etik yang diumumkan dalam rapat Paripurna dan dibagikan kepada seluruh Anggota.
9. Panitia Khusus Apabila memandang perlu, DPR dapat membentuk Panitia Khusus yang bersifat sementara. Komposisi keaggotaan Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi. Jumlah Anggota Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) orang. Panitia Khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna. Panitia Khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia Khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesasi. Rapat Paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja Panitia Khusus. Panitia yang dibentuk oleh Alat Kelengkapan disebut Panitia Kerja atau tim yang berjumlah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan yang bersangkutan, kecuali Tim yang dibentuk oleh Pimpinan DPR disesuaikan dengan kebutuhan. Panitia Kerja atau Tim bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya. Panitia Kerja atau Tim dibubarkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Tindak lanjut hasil kerja Panitia Kerja atau Tim ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya. Proses Pembuatan Undang-undang. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Jika RUU dari Pemerintah. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden. Jika RUU dari DPD. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR. DPRD Provinsi. Pada prinsipnya, posisi DPRD Provinsi sama dengan DPR, tetapi diarahkan ke pembuatan perundang-undangan di tingkat Provinsi. Eksekutif mitra kerjanya adalah Gubernur. Fungsi DPRD Provinsi adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara itu, tugas dan wewengang DPRD Provinsi adalah sebagai berikut :
  1. membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan bersama;
  2. menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
  3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
  4. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
  5. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
  6. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD Provinsi memiliki hak yang sama dengan DPR, baik selaku lembaga maupun perseorangan anggota. Hak selaku lembaga tersebut adalah Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Sementara itu, selaku perseorangan, setiap anggota DPRD Provinsi memiliki hak mengajukan rancangan peraturan daerah (perda), hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, dan hak keuangan/administratif. Selain hak, kewajiban anggota DPRD Provinsi adalah sama dengan kewajiban anggota DPR. Hanya saja, lingkup penerapannya ada di Provinsi. Keputusan peresmian jabatan seorang anggota DPRD Provinsi diberikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota. Peresmian keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan melalui Keputusan Gubernur. Jumlah anggota DPRD Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya adalah 20 dan sebanyak-banyaknya 45 orang. Setiap anggota DPRD Kabupaten/Kota harus berdomisili di Kabupaten/Kota tersebut. Untuk hak, kewajiban, dan kewenangan lainnya adalah mirip denga DPRD Provinsi. Hanya saja, diterapkan di lingkup Kabupaten/Kota dengan mitra kerjanya yaitu Bupati/Walikota.

Dewan Perwakilan Daerah

Dewan Perwakilan Daerah anggotanya dipilih melalui pemilu dari setiap provinsi. Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama (misalnya 4 orang) dan total seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. DPD bersidan sedikitnya 1 kali dalam 1 tahun. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR. RUU tersebut harus berlingkup pada otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya daerah, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut serta dengan DPR membahas RUU yang sudah disebut di atas. Selain itu, DPD juga dapat memberi pertimbangan kepada DPR seputar RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta RUU yang berkaitan dengan masalah pajak, pendidikan, dan agama. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang sehubungan dengan hal telah disebut. Hasil dari pengawasan tersebut disampaikan kepada DPR sebagai bahan untuk ditindaklanjuti. DPD tadinya dimaksudkan selaku Kamar Kedua (bikameral) Indonesia. Namun, itu harus memenuhi ketentuan bikameralisme, yaitu jika kedua kamar sama-sama menjalankan fungsi legislatif. DPD sama sekali tidak punya kekuasaan legislatif. Pasal 22D UUD 1945 menyiratkan tidak ada satupun kekuasaan DPD untuk membuat UU, meskipun berhubungan dengan masalah daerah. Selain itu, persyaratan menjadi anggota DPD terkesan lebih berat ketimbang menjadi anggota DPR. Misalnya, total seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 anggota DPR. Selain itu, jumlah mereka haruslah sama di tiap provinsi tanpa memandang besar kecilnya jumlah penduduk di provinsi tersebut. Bandingkan dengan kuosien anggota DPR yang kursinya diproporsikan menurut jumlah penduduk. Makin besar jumlah penduduk, makin besar pula kursi perwakilannya. Sehubungan beratnya syarat anggota DPD ini, contoh dapat diambil di Jawa Timur. Total anggota DPD dari provinsi tersebut adalah 4 orang. Satu kursi DPD sebab itu membutuhkan suara 5.500.000 pemilih. Sementara untuk anggota DPR, Cuma membutuhkan angka 550.000. Maswardi Rauf menyatakan, posisi DPD sekadar selaku partner DPR. DPD yang dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR, ternyata tidak memiliki kewenangan yang sama seperti DPR. Ketentuan konstitusi ini akibat munculnya beberapa pandangan. Pertama, anggota DPR sesunggunya telah mencerminkan kepentingan daerah-daerah yang ada di Indonesia. Kedua, kecilnya peran DPD akibat muncul kekhawatiran terjadinya konflik antara DPR dengan DPD dalam proses pembuatan UU yang sulit dicari jalan keluarnya nanti. ---------------------------------------------------------

Referensi :

  • Jimly Asshiddiqie, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi, Bahan Seminar Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi, 8 Juli 2008, (Jakarta : DPP Partai Golkar, 2008).
  • Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD tahun 1945, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VII, (Denpasar : Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 14-18 Juli 2003)
  • Maswardi Rauf, Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UUD 1945, (Pembanding Tulisan makalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie.SH berjudul “Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945” yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar, Bali, pada tanggal l4-18 Juli 2003.)
  • Moh. Samsul Arifin, Memaknai Pengajuan Hak Interpelasi, (www.sinarharapan.co.id) download di http://www.sinarharapan.co.id/berita/0411/22/nas06.html tanggal 18 Desember 2008.
  • Undang-undang Dasar 1945, Amandemen ke-4.
  • Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daera
0 komentar

Kedudukan Lembaga Legislatif Paska Amandemen UUD 1945

Hukum tata negara pada umumnya dipahami sebagai bidang ilmu hukum tersendiri yang membahas mengenai struktur ketatanegaraan dalam keadaan diam atau statis, mekanisme hubungan antara kelembagaan negara, dan hubungan antara negara dengan warga negara.

Dalam studi Hukum Tata Negara itu juga dikenal cabang ilmu khusus yang melakukan perbandingan antar berbagai konstitusi, yaitu Hukum Tata Negara Perbandingan atau Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara.

Secara umum, bidang ilmu hukum ini bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih konstitusi-konstitusi berbagai negara guna menemukan prinsip-prinsip pokok hukum tata Negara.

Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara juga berfungsi untuk membandingkan suatu konstitusi dengan konstitusi lain untuk mendalami lebih mendalam konstitusi yang telah ditelaah.

Ini menjadi hal menarik karena di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa kali pergantian konstitusi mulai dari UUD 1945, UUD / Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan terakhir UUD 1945 yang telah diamandemen yang selanjutnya kita sebut sebagai UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Dari perubahan – perubahan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia tersebut, tentu berpengaruh pula pada sistem pemerintahan, kedudukan dan kewenangan lembaga negara, serta hubungan diantara lembaga negara tersebut.

Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan (Civilazated Organisation) yang dibuat oleh, dari, dan untuk negara. Lembaga negara bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.

Secara umum tugas lembaga negara antara lain menjaga stabilitas keamanan, politik, hukum, HAM, dan budaya, menjadi bahan penghubung antara negara dan rakyatnya, serta yang paling penting adalah membantu menjalankan roda pemerintahan. (Wikipedia, akses: 24 Oktober 2009).

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa kedudukan dan kewenangan lembaga negara sangat berpengaruh pada sistem pemerintahan dan konstitusi yang berlaku.

Meskipun demikian, dalam paper ini penulis hanya akan melakukan pembahasan mengenai lembaga legislatif.

Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan suatu perbandingan mengenai lembaga legislatif terkait dengan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.

Perbandingan yang dimaksud disini hanya mencakup 2 konstitusi secara umum, yaitu UUD 1945 dan UUD Negara Republik Indonesia 1945 (setelah amandemen).

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan pada hasil amandemen serta seberapa besar perubahan konstitusi tersebut mempengaruhi kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif di Indonesia.
Seperti yang telah dikemukakan dalam halaman latar belakang, ada beberapa masalah yang akan dibahas pada paper atau karya tulis ini,yaitu:
1.1.1 Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945?
1.1.2 Bagaimana perubahan kewenangan lembaga – lembaga legislatif sesudah amandemen UUD 1945 dan perbandingannya dengan UUD 1945 (sebelum amandemen.)?
2.1 Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Legislatif Sebelum Amandemen UUD
1945

Sebelum membahas mengenai kedudukan lembaga legislatif, ada baiknya diketahui terlebih dahulu pengertian lembaga legislatif serta lembaga apa saja yang dapat dikatakan sebagai lembaga legislatif terutama yang tercantum dalam konstitusi negara Republik Indonesia.

Menurut kamus Wikipedia yang penulis akses pada tanggal 24 Oktober 2009, Lembaga legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa untuk membuat hukum yang dalam hal ini disebut dengan peraturan perundang – undangan, menaikkan pajak, menerapkan budget (anggaran) pengeluaran keuangan lainnya.

Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yakni parlemen, kongres dan asembli nasional. Dalam system parlemen, legislatif sebagai badan tertinggi dan menunjuk eksekutif. Sedangkan dalam system presidensiil, legislatif sebagai cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari eksekutif.

2.1.1 Kedudukan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam susunan ketatanegaraan Republik Indonesia pernah dikenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (Daliyo, 1992 : 56). Lembaga yang disebut sebagai lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah :
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
Dari keenam lembaga negara tersebut, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR mendistribusikan kekuasaannya kepada lima lembaga yang lain yang kedudukannya sejajar, yakni sebagai lembaga tinggi negara. Dalam susunan ketatanegaraan RI pada waktu itu, yang berperan sebagai lembaga legislatif adalah MPR dan DPR.

2.1.2 Kewenangan lembaga legislatif sebelum UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota – anggota DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan. Wewenang DPR menurut UUD 1945 adalah :
1. Bersama presiden membentuk UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat (1)) dengan kata lain bahwa DPR berwenang untuk memberikan persetujuan RUU yang diajukan presiden disamping mengajukan sendiri RUU tersebut. (Pasal 21 UUD 1945)
2. Bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1))
3. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
2.2 Kedudukan dan Kewenangan Lembaga legislatif Sesudah Amandemen UUD 1945.
2.2.1 Perubahan Kedudukan dan Kewenangan lembaga legislatif pasca amandemen UUD 1945
Setelah adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya akan disebut UUD NRI 1945), terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik dalam sistem ketatanegaraan maupun kelembagaan negara di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan seluruh lembaga negara adalah sejajar sebagai lembaga tinggi negara. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD NRI 1945 adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu sistem konstitusional yang berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing. Selain itu penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern, yaitu salah satunya menegaskan sistem pemerintahan presidensial dengan tetap mengambil unsur – unsur pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk menutupi kekurangan system pemerintahan presidensial.
Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD NRI 1945 menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga legislatif yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Hal yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD adalah dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Selain itu, perubahan – perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik mengenai susunan, kedudukan, tugas maupun wewenangnya adalah :
a. MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b. MPR tidak lagi mengangkat presiden. Hal ini dikarenakan presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. (Pasal 6A ayat (1) UUD NRI 1945). MPR hanya bertugas untuk melantik presiden terpilih sesuai dengan hasil pemilu. (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD 1945).
c. Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan yaitu terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
d. MPR tetap berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945)
e. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila atas usul DPR yang berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi posisi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang oleh presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan saja. Perubahan ini juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga legislatif dan presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD NRI 1945)

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD dibentuk dengan tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut peniadaan utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945). DPD mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945)

0 komentar

Periode Pemilu Legislatif

Pemilu 1955 
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.

Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu, 
  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955. 

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pemilu 1971 
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. cus Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Pemilu 1977-1997 
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya.

Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu 1999 
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden).

Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.

0 komentar

Kenali Caleg Sebelum Memilih.


Dengan mengenal figur caleg,masyarakat juga akan mengetahui rekam jejak mereka serta kepeduliannya terhadap masyarakat, terutama dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Silakan masyarakat untuk memilih caleg yang memang layak tanpa terpengar
uh dengan iming-iming uang atau materi.

0 komentar

PILIH CALEG YANG BERKUALITAS DAN BISA MEMBAWA ASPIRASI ANDA


0 komentar

Pernyataan Sikap Politik


0 komentar

4M untuk RESTORASI INDONESIA

Restorasi sampai saat ini sebagian besar masyarakat belum memahami dan mengetahui apa maksud dan tujuan dari Restorasi tersebut. Maka kita harus mengupayakan dengan sabar dan kerja keras agar nantinya masyarakat dapat memahami dan mengetahui Restorasi Indonesia yang digagas oleh Surya Paloh dalam memperbaiki kondisi bangsa dengan Gerakan Perubahannya. Rumusan Restorasi Indonesia menurut hasil Rapimnas I Partai NasDem terdapat empat kata kunci yaitu: Memperbaiki, Mengembalikan, Memulihkan dan Mencerahkan.
Mendengar adalah sebagai langkah awal untuk mengetahui berbagai keluhan, kejadian dan harapan yang diinginkan oleh masyarakat agar kita secara untuh mengetahui data secara primer yang didapat langsung dari masyarakat. Upaya ini dilakukan agar kita berperilaku selalu mendengar aspirasi dan masukan masyarakat bahkan kritikan dari masyarakat dan belajar untuk tidak mengumbar janji dengan retorika belaka.
Menyapa adalah upaya kita memperhatikan setiap kejadian di tengah masyarakat, dan selalu melakukan komunikasi dalam memelihara kesatuan bangsa dan memperkuat keutuhan bangsa serta gotong royong. Masyarakat butuh perhatian dan perlu diajak berkomunikasi agar mereka menyadari bahwa kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Hal ini sebagai upaya memperkuat tali silaturahmi antara kita dengan konstituen yang juga sebagai upaya untuk menghilangkan model birokratis yang justru menghalangi hubungan.
Mengajak adalah bagian yang penting dalam upaya membawa seluruh elemen masyarakat untuk ikut bergabung dalam arus besar perubahan bangsa ini, kita harus mengajak masyarakat untuk mempersiapkan dan menghantar bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik melalui Gerakan Restorasi Indonesia. Partai nasDem adalah partai Gerakan bukan partai menara gading yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat. Semua masyarakat harus diajak dan ikut bersama-sama memperbaiki, mengembalikan, memulihkan dan mencerahkan bangsa ini dari keterpurukan dan permasalahan yang carut marut dalam pengelolaan pemerintahan dan negara.
Membina adalah upaya mengakselerasi kepaduan yang untuk antara harapan dan kenyataan yang telah diupayakan melalui Gerakan Restorasi. Masyarakat perlu pembinaan dengan tujuan menyatukan langkah dan gerak dalam setiap perjuangan secara bersama-sama dan memelihara capaian yang telah didapat. Masyarakat tidak boleh ditingggalkan dan didiamkan, mereka perlu dibina bukan untuk dibinasakan, mereka harus menjadi masyarakat yang cerdas dan siap ikut bersama-sama dalam melakukan perubahan bersama Partai NasDem.
Upaya 4M yang dilakukan sejalan dan mengacu pada empat kunci rumusan Restorasi Indonesia. Dan 4M tersebut juga mengingatkan nomor 4 dan Maman Fathurochman yang sedang mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI Partai NasDem di Daerah Pemilihan Banten 1 dengan Nomor Urut 4. Semoga ini menjadi slogan tersendiri untuk memudahkan dan mengingat, jika melihat 4M pasti ingat Maman dan Restorasi Indonesia.
Restorasi adalah gerakan untuk mengembalikan Pancasila sebagai jati diri Negara bangsa sebagai dasar kehidupan bersama. Restorasi Indonesia bertitik-tumpu pada perubahan pola pikir masyarakat Indonesia dari kepura-puraan menjadi keterusterangan!
Restorasi bermula sebagai gerakan perubahan untuk memperbaiki kondisi (Negara, bangsa, dan masyarakat) yang sedang rusak atau menyimpang dari tujuan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Istilah ini popular sejak restorasi Meiji di Jepang yang merupakan jawaban bangsa Jepang terhadap demoralisasi dan liberalisasi agar mereka tidak kehilangan karakter dan maju menjadi bangsa yang maju. Gerakan Restorasi Indonesia meletakkan tujuan dan cita-cita dengan menjadikan Pancasila sebagai senjata spiritual, dan rakyat Indonesia sebagai senjata materialnya.
Kehidupan nasional Indonesia saat ini sudah berada pada titik yang mengkahwatirkan. Reformasi 1998 sebagai tonggak ikhtiar demokratisasi Indonesia ternyata menyisakan kekecewaan banyak orang. Demokratisasi menjadi rutinitas suksesi kekuasaan tanpa memunculkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, visioner, dan layak diteladani. Neoliberalime begitu mantap mencengkeram ekonomi Indonesia, sementara jatidiri sebagai orang Indonesia pun semakin tercerabut.
Restorasi beraras pada, pertama, restorasi negara yang berupa upaya membangun keteladanan kepemimpinan, membangun karakter gotong royong sesuai dengan dasar negara, dan membangun kepercayaan rakyat terhadap institusi negara. Kedua, restorasi kehidupan rakyat yang berupa upaya membangun gerakan arus bawah atas prakarsa rakyat, yang membawa nilai-nilai kebajikan, spritualitas kebangsaan, solidaritas sosial, kearifan budaya lokal, dan etos kerja yang produktif. Ketiga, restorasi kebijakan internasional yang berupa upaya membangun keseimbangan baru dalam tata dunia yang lebih adil, damai dan menjaga kelestarian alam semesta.
Ada empat kata kunci dalam rumusan Restorasi Indonesia sebagai hasil Rapimnas I Partai NasDem. Empat kata kunci itu adalah:
1.       Memperbaiki
2.       Mengembalikan
3.       Memulihkan
4.       Mencerahkan
1.     Memperbaiki
Apa yang mesti diperbaiki? Segala sesuatu yang rusak. Hanya orang yang kurang kerjaan memperbaiki yang sudah baik.
Contoh yang rusak:
Sistem pemerintahan kita sistem presidensial, tetapi DPR begitu berkuasa sehingga presiden seperti bawahan DPR. Kerusakan ini harus diperbaiki.
Contoh restorasi:
  • Mengangkat Duta Besar merupakan hak penuh presiden sehingga tidak perlu mendapat persetujuan dari DPR seperti yang berlaku sekarang ini.
  • Mengangkat kapolri juga merupakan hak penuh presiden sehingga tidak perlu mendapat persetujuan dari DPR seperti sekarang ini.
  • DPR tidak perlu campur tangan sampai ke anggaran program bahkan sampai ke anggaran proyek. Fungsi budgeting DPR dibatasi hanya pada penyusunan anggaran umum dalam penetapan BUMN.
2.     Mengembalikan
Apakah yang dikembalikan? Yang tidak pada tempatnya dikembalikan pada tempatnya.
Contoh yang tidak pada tempatnya:
  • Tidak pada tempatnya partai guram mencalonkan orangnya menjadi presiden.
  • Tidak pada tempatnya menghamburkan uang rakyat untuk biaya pemilu.
  • Hilangnya gotong royong. Yang berkembang semangat individual. Gotong royong harus ditumbuhkan dan disuburkan kembali.
Contoh restorasi:
  • Partai yang meraih suara terbanyak yang menjadi presiden.
  • Melaksanakan politik ramah biaya dengan membatasi jumlah biaya pemilu untuk setiap angkatan.
  • Memelopori solidaritas terhadap warga korban bencana dan kemalangan.
3.     Memulihkan
Apa yang dipulihkan? Yang sakit disembuhkan dan dipulihkan.
Contoh yang sakit:
  • Hukum di negeri ini sudah sakit berat.
Contoh restorasi:
  • Anggota DPR dilarang dicalonkan menjadi hakim agung.
  • Pengacara/advokat yang menjadi anggota DPR harus menutup kantor firma hukumnya selama menjadi anggota DPR.
4.     Mencerahkan
Apa yang dicerahkan? Yang suram dicerahkan.
Contoh yang suram:
  • Retaknya keutuhan berbangsa dan bernegara.
  • Tingkat kemakmuran rakyat yang rendah.
  • Buruknya daya saing anak bangsa di kancah global.
Contoh restorasi:
  • Memasukkan pendidikan multikultural dalam kurikulum.
  • Meredistribusi pusat pertumbuhan dengan mendekatkan industri/pabrik ke bahan baku. Misalnya: industri kayu ke Kalimantan; pembangkit listrik tenaga batubara ke Sumatera dan Kalimantan; penangkapan dan pengolahan ikan ke Maluku, NTT, dan Papua.
  • Publik yang berpendidikan lebih tinggi. Sekolah gratis sampai sekolah lanjutan atas.
Restorasi bukan jalan pintas. Syarat utama restorasi adalah perubahan mendasar, menyeluruh dan terpadu, yang melibatkan populasi besar dengan pengerahan energi berpikir yang kuat dan terarah dan berjangka waktu panjang.

0 komentar

Mengapa Harus Pilih Partai NasDem ?

  1. Partai NasDem adalah satu-satunya partai yang bersih dari permasalahan bangsa yang selama ini muncul.
  2. Partai NasDem sangat memegang teguh dasar dan filosofi negara, Pancasila dan UUD 1945 yang murni. Partai NasDem memiliki tokoh-tokoh bersih dan banyak anak ideologi Seokarno serta anak biologis Seokarno menjadi penasehat Partai.
  3. Semua tokoh yang muncul adalah yang mempu memberikan dorongan dan inspirasi bagi perubahan Indonesia menjadi Indonesia Baru.
  4. Partai NasDem jauh dari beban sejarah dari carut-marutnya birokrasi dan permasalahan politik dan bernegara saat ini.
  5. Partai NasDem adalah partai modern dan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tidak pernah membeda-bedakan suku, ras, agama, dan perbedaaan keyakinan lainnya.
  6. Partai NasDem, satu-satunya partai yang tidak pernah memungut satu rupiahpun kepada calegnya, bahkan banyak memberikan banyak logistik kepada para kader dan calegnya.
  7. Partai NasDem mengharamkan calegnya untuk melakukan tindakan tidak terpuji, seperti korupsi dan tindakan yang merugiakan negara lainnya, dan tidak akan ada kompromi bagi siapapun yang melanggarnya.
  8. Partai NasDem adalah partai yang mengembangkan keterbukaan mekanisme partai dan menggunakan merit sistem termasuk penggunaan pola talent scouting dalam melakukan rekrutmen. Partai NasDem adalah partai yang mengembangkan diri sebagai partai modern berbasis anggota yang terukur dan terkelola, bukan partai pengurus yang memberi hak-hak istimewa hanya untuk pengurus.
  9. Partai NasDem adalah partai yang membuat kontrak politik dengan semua anggota dan kader Partai yang mengisi jabatan publik, untuk tidak melakukan tindakan korupsi dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar moral, etika dan azas kepantasan.
  10. Partai NasDem adalah partai yang mengembangkan pola pengakuan prestasi terhadap kinerja individual dan kolektif, yakni dengan mengkonversi prestasi pada Pemilu sebagai dasar Hak Suara dalam pengambilan keputusan di internal partai.
  11. Partai NasDem adalah partai yang menerapkan pola kepatutan dalam proses kontestasi politik yakni dengan menerapkan, bahwa Partai NasDem hanya akan ikut dalam pengusungan calon, baik dalam Pilpres maupun Pilkada, hanya jika NasDem berada pada posisi tiga besar dalam raihan suara pada Pemilu Legislatif.
Perlu dipertegas kembali bahwa Partai NasDem dan Surya Paloh :
  1. Partai NasDem bukanlah reinkarnasi partai lama, bukanlah partai sakit hati, bukanlah partai perseorangan, Partai Nasdem adalah partai yang benar-benar baru, NasDem muncul sebagai paduan suara baru yang menyanyikan lagu-lagu baru.
  2. Partai NasDem tidak terkait dengan partai-partai lainnya, memegang teguh NKRI dan mengharamkan perpecahan bangsa.
  3. Surya Paloh adalah tokoh yang sangat agamis, seorang Muslim yang taat beribadah dan menghargai semua kebhinekaan yang ada di bangsa ini.
  4. Surya Paloh bukan tokoh GAM, namun justru selalu memberikan masukan terhadap keutuhan NKRI.
  5. Surya Paloh bukanlah pengusaha kacangan yang serta merta akan menjual partainya demi kepentingan pribadi, malah sebaliknya beliau rela dengan cucuran air mata darah untuk menjadikan anak-anak bangsa berbuat lebih baik bagi untuk bangsa ini.
  6. Surya Paloh tidak pernah mentorelir siapapun kader bangsa yang akan menghancurkan partai dan melakukan praktek transaksional, dan beliau akan usir siapapun seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
  7. Surya Paloh tidak pernah meminta apapun untuk menjadi apapun, harapannya hanya ingin menjadikan bangsa ini keluar dari keterpurukan dan kekotoran yang dibuat oleh tokoh-tokoh bangsa yang hanya ambisius terhadap kekuasaan.
0 komentar
 
Copyright © 2011. DPD Partai NasDem Dumai Kota - All Rights Reserved