Muda, Peduli, dan Merakyat

Gerakan Perubahan Untuk Dumai.



Kota Dumai adalah sebuah kota di Provinsi Riau, Indonesia, yang terletak 188 km dari Ibu Kota Pekanbaru. Kota Dumai yang dikenal sebagai kota industri juga merupakan kota terluas nomor dua di Indonesia setelah Manokwari.

Tercatat dalam sejarah, Dumai, sebuah dusun kecil di pesisir timur Propinsi Riau, kini mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera dengan jumlah penduduk di atas 300 ribu jiwa.

Sebelumnya, Kota Dumai yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, diresmikan sebagai kota pada 20 April 1999, dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 setelah sebelumnya sempat menjadi kota administratif (kotif).

Infrastruktur Karat

Sudah Empat Belas tahun, Kota Dumai, tidak berkembang selayaknya. Di kota itu, banyak terlihat bangunan-bangunan yang usang. Jalan-jalan yang rusak, penuh lobang dan gersang juga menjadi pemandangan yang biasa. Tidak itu saja, bertebarannya sampah organik dan non organik di kota itu juga menunjukkan kalau adipura hanya sebatas mimpi belaka.

Setiap musim kemarau, terik mentari di kota itu juga kian menyengat. Namun bila musim hujan datang, banjir-pun kian melanda.

Hal ini yang membuat kebanyakan masyarakat Dumai, baik yang tinggal di tengah maupun sudut kota kian resah karena derita sengatan mentari dan banjir yang perkepanjangan.

Sejumlah pakar mengatakan, terik mentari yang kian menyengat itu tidak hanya disebabkan letak georafis Dumai yang berdekatan dengan laut, namun juga disebabkan oleh berbagai industri perminyakan yang memadati kota itu.

Seorang pakar itu mengatakan, industri perminyakan di Dumai tidak tertata dengan rapi, banyak diantaranya juga berdekatan dengan pemukiman warga disana. Menurut pakar, sisa pembakaran minyak industri itu-lah yang membuat hawa di Kota Dumai semakin terasa panas.

Masuk kemasalah banjir, hal ini dipandang oleh kebanyakan masyarakat termasuk para pejabat disana merupakan masalah klasik yang berarti belum terpecahkan sejak sepuluh tahun kota itu didirikan.

"Di Dumai semua infrastrukturnya ber-karat karena tidak pernah diperbaharui atau diperbaiki. Seperti parit (drainase) banyak yang rusak sehingga tidak dapat menampung curah hujan yang datang," kata Suwarta (45), seorang warga Dumai yang tinggal di Kelurahan Purnama, Kecamatan Dumai Barat.

Sebaliknya, leman (40), seorang warga Dumai lainnya yang tinggal di Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Dumai Timur, mengaku kepanasan saat kemarau karena keberadaan huniannya yang tidak jauh dari dermaga tempat dimana berbagai jenis minyak industri ditransit kesebuah kapal pengangkut yang membawanya ke berbagai negara-negara di belahan dunia.

Laut Yang Tercemar

Selain dua permasalahan itu, juga terselip permasalahan yang tidak kalah klasik, yakni pencemaran laut.

Di Kota Dumai, dermaga pelabuhan merupakan aset yang tidak ternilai. Kendati Dana Bagi Hasil yang diterima kota itu tidak setimpal, namun tidak dapat dipungkiri, pembangunan Dumai juga berkat DBH ini.

Namun sejauh ini, yang menjadi pertanyaan adalah, sudah maksimalkah pengawasan pelabuhan yang dilakukan?

Sejumlah fakta menyebutkan, kebocoran minyak hingga tertumpah ke perairan laut Dumai selalu terjadi, bahkan hampir setiap hari.

Seorang pakar lingkungan hidup Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, berpendapat, pembangunan dermaga CPO (crude palm oil) di bibir laut Dumai, sangat rentan dan mempermudah pencemaran lingkungan karena memberikan dampak negatif terhadap keberadaan komunitas mangrove maupun makrozoobentos (organisme di dasar perairan).

Perairan tersebut menurutnya merupakan muara sungai yang merupakan daerah transisi antara lingkungan air tawar dan asin sehingga perairan laut Dumai rentan terhadap perubahan lingkungan.

Menurutnya minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. Minyak CPO terdiri atas fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat satu persen, palmitat 45 peren, stearat empat persen) serta fraksi cair merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39 persen, linoleat 11 peren).

Dalam ulasannya, Jasril mengungkapkan CPO Indonesia mempunyai kualitas yang minim karena hampir 90 persen kadar zat tidak mengandung karoten (C40H56 BM 536,85) yang larut dalam minyak dan mengakibatkan warna kuning atau jingga.

Sifat fisik CPO pada deffense 1985 seperti yang dikatakan Jasril, memiliki warna khas, yakni orange/jingga yang disertai bau menyengat dan berbentuk pasta, serta kadar air yang mencapai 3,7589 x 10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter yang cukup dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau akan mengalami proses adaptasi dengan lingkungan estuarin.

"Hingga sekarang, porsi dan mutu tersebut masih serupa dan tidak banyak berbedaan," tuturnya seraya menambahkan, keberadaan mangrove yang paling menonjol dan tidak dapat digantikan dengan ekosistem lain adalah kedudukannya sebagai mata rantai yang menghubungkan kehidupan ekosistem laut dan ekosistem daratan.

Untuk menghindari dampak limbah tersebut, terang Amri, sebaiknya unsur pemerintahan melakukan kontrol rutin. Karena berbagai hal yang tidak diinginkan berkemungkinan terjadi pada saat yang tidak dapat dipastikan.

"Jika limbah CPO sudah sampai ke perairan lepas, maka bukan tidak mungkin akan menghambat populasi di perairan yang dapat menyebabkan berbagai hal negatif," ungkapnya.

Jasril menjelaskan genangan minyak pada permukaan laut dapat menghambat cahaya matahari masuk ke dalam perairan laut tersebut hingga dapat mengurangi takaran oksigen pada dasar laut. Selain itu, limbah CPO juga dapat mempercepat abrasi karena terhambatnya bahkan musnahnya jenis pepohonan seperti bakau di bibir laut Dumai.

Maraknya Penyeludupan

Selain masalah infrastruktur yang karat dan pencemaran laut, Dumai, juga terkenal dengan maraknya aksi penyeludupan. Mulai dari penyeludupan barang elektronik, balpres, bahkan narkotika.

Masalah ini juga dapat dikategorikan sebagai permasalahan klasik, karena hingga kini upaya penyeludupan itu masih saja terjadi dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

Banyaknya pelabuhan tikus di Kota Dumai, membuat aparat Bea dan Cukai cukup kewalahan untuk mengawasinya. Tidak dipungkiri, upaya penyeludupan sangat sering terjadi di kota itu.

Hal itu dibuktikan dengan hasil kerja aparat Bea dan Cukai yang setiap bulannya berhasil mengamankan berbagai elektronik ilegal seperti televisi, laptop, dan jenis elektronik lainnya di sejumlah pelabuhan tikus di kota itu.

Selain elektronik ilegal, aparat Bea dan Cukai juga kerap berhasil menggagalkan upaya penyeludupan pakaian bekas atau yang dikenal dengan sebutan balpres.

Sayangnya di setiap penangkapan terhadap barang illegal itu, petugas selalu tidak menemukan tersangka utama yang merupakan pemiliknya.

Air Bersih Yang Langka

Setelah masalah infrastruktur, pencemaran laut, dan masalah maraknya penyeludupan, masalah air bersih juga manjadi `motto` tersendiri bagi kota ini.

Siapa yang sangka, kota yang dijadikan sebagai landasan transit industri perminyakan ini ternyata kesulitan dalam memenuhi keputuhan air bersih labih dari 300.000 masyarakatnya.

Pada permasalahan yang satu ini, pemerintah kembali beralasan minimnya anggaran yang masuk, sehingga membuat semua rencana pembangunan proyek air bersih menjadi terkendala dan selalu tertunda kesiapannya.

Untuk mendapatkan sumber air bersih, masyarakat di kota itu harus antre di beberapa tempat penyedia air bersih dengan jatah dua drigen 50 liter per Kepala Keluarga (KK). Dengan alasan ketidaksabaran, beberapa warga lebih memilih untuk membelinya pada makelar air bersih yang berkeliling di Kota Dumai.

Empat permasalahan di atas perlu suatu gerakan perubahan bersama untuk Dumai kedepannya....

http://jasrilcalegpartainasdem.blogspot.com/
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. DPD Partai NasDem Dumai Kota - All Rights Reserved