Hukum tata negara pada umumnya dipahami sebagai bidang ilmu hukum
tersendiri yang membahas mengenai struktur ketatanegaraan dalam keadaan
diam atau statis, mekanisme hubungan antara kelembagaan negara, dan
hubungan antara negara dengan warga negara.
Dalam studi Hukum
Tata Negara itu juga dikenal cabang ilmu khusus yang melakukan
perbandingan antar berbagai konstitusi, yaitu Hukum Tata Negara
Perbandingan atau Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara.
Secara
umum, bidang ilmu hukum ini bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih
konstitusi-konstitusi berbagai negara guna menemukan prinsip-prinsip
pokok hukum tata Negara.
Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara juga
berfungsi untuk membandingkan suatu konstitusi dengan konstitusi lain
untuk mendalami lebih mendalam konstitusi yang telah ditelaah.
Ini
menjadi hal menarik karena di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa
kali pergantian konstitusi mulai dari UUD 1945, UUD / Konstitusi RIS,
UUDS 1950, dan terakhir UUD 1945 yang telah diamandemen yang selanjutnya
kita sebut sebagai UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Dari
perubahan – perubahan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
tersebut, tentu berpengaruh pula pada sistem pemerintahan, kedudukan dan
kewenangan lembaga negara, serta hubungan diantara lembaga negara
tersebut.
Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan (Civilazated
Organisation) yang dibuat oleh, dari, dan untuk negara. Lembaga negara
bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Secara umum tugas
lembaga negara antara lain menjaga stabilitas keamanan, politik, hukum,
HAM, dan budaya, menjadi bahan penghubung antara negara dan rakyatnya,
serta yang paling penting adalah membantu menjalankan roda pemerintahan.
(Wikipedia, akses: 24 Oktober 2009).
Dari penjelasan tersebut
dapat dikatakan bahwa kedudukan dan kewenangan lembaga negara sangat
berpengaruh pada sistem pemerintahan dan konstitusi yang berlaku.
Meskipun demikian, dalam paper ini penulis hanya akan melakukan pembahasan mengenai lembaga legislatif.
Hal
inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan suatu
perbandingan mengenai lembaga legislatif terkait dengan konstitusi yang
pernah berlaku di Indonesia.
Perbandingan yang dimaksud disini
hanya mencakup 2 konstitusi secara umum, yaitu UUD 1945 dan UUD Negara
Republik Indonesia 1945 (setelah amandemen).
Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan penekanan pada hasil amandemen serta seberapa besar
perubahan konstitusi tersebut mempengaruhi kedudukan dan kewenangan
lembaga legislatif di Indonesia.
Seperti yang telah dikemukakan dalam
halaman latar belakang, ada beberapa masalah yang akan dibahas pada
paper atau karya tulis ini,yaitu:
1.1.1 Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945?
1.1.2
Bagaimana perubahan kewenangan lembaga – lembaga legislatif sesudah
amandemen UUD 1945 dan perbandingannya dengan UUD 1945 (sebelum
amandemen.)?
2.1 Kedudukan dan Kewenangan Lembaga Legislatif Sebelum Amandemen UUD
1945
Sebelum
membahas mengenai kedudukan lembaga legislatif, ada baiknya diketahui
terlebih dahulu pengertian lembaga legislatif serta lembaga apa saja
yang dapat dikatakan sebagai lembaga legislatif terutama yang tercantum
dalam konstitusi negara Republik Indonesia.
Menurut kamus
Wikipedia yang penulis akses pada tanggal 24 Oktober 2009, Lembaga
legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa untuk
membuat hukum yang dalam hal ini disebut dengan peraturan perundang –
undangan, menaikkan pajak, menerapkan budget (anggaran) pengeluaran
keuangan lainnya.
Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yakni
parlemen, kongres dan asembli nasional. Dalam system parlemen,
legislatif sebagai badan tertinggi dan menunjuk eksekutif. Sedangkan
dalam system presidensiil, legislatif sebagai cabang pemerintahan yang
sama dan bebas dari eksekutif.
2.1.1 Kedudukan lembaga legislatif sebelum amandemen UUD 1945
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, dalam susunan ketatanegaraan Republik
Indonesia pernah dikenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga
tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi
negara adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara
menurut UUD 1945 (Daliyo, 1992 : 56). Lembaga yang disebut sebagai
lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 adalah
:
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
Dari
keenam lembaga negara tersebut, MPR merupakan lembaga tertinggi negara.
MPR mendistribusikan kekuasaannya kepada lima lembaga yang lain yang
kedudukannya sejajar, yakni sebagai lembaga tinggi negara. Dalam susunan
ketatanegaraan RI pada waktu itu, yang berperan sebagai lembaga
legislatif adalah MPR dan DPR.
2.1.2 Kewenangan lembaga legislatif sebelum UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum
amandemen UUD 1945, susunan anggota MPR terdiri dari anggota – anggota
DPR ditambah utusan daerah, golongan politik, dan golongan karya (Pasal 1
ayat 1 UU No. 16 Tahun 1969). Terkait dengan kedudukannya sebagai
Lembaga Tertinggi Negara, MPR diberi kekuasaan tak terbatas (super
power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang
berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan
DPR sebagai lembaga tinggi negara terdiri dari golongan politik dan
golongan karya yang pengisiannya melalui pemilihan dan pengangkatan.
Wewenang DPR menurut UUD 1945 adalah :
1. Bersama presiden membentuk
UU (Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat (1)) dengan kata lain bahwa DPR
berwenang untuk memberikan persetujuan RUU yang diajukan presiden
disamping mengajukan sendiri RUU tersebut. (Pasal 21 UUD 1945)
2. Bersama presiden menetapkan APBN (Pasal 23 ayat (1))
3. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
2.2 Kedudukan dan Kewenangan Lembaga legislatif Sesudah Amandemen UUD 1945.
2.2.1 Perubahan Kedudukan dan Kewenangan lembaga legislatif pasca amandemen UUD 1945
Setelah
adanya amandemen ke IV UUD 1945, (yang selanjutnya akan disebut UUD NRI
1945), terdapat suatu perubahan yang cukup mendasar baik dalam sistem
ketatanegaraan maupun kelembagaan negara di Indonesia. Hal tersebut
dapat dilihat dari dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi
negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu
Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, kedudukan
seluruh lembaga negara adalah sejajar sebagai lembaga tinggi negara.
Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara
menurut UUD NRI 1945 adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Adanya
amandemen terhadap UUD 1945 telah menciptakan suatu sistem
konstitusional yang berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and
balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan
fungsi masing-masing. Selain itu penyempurnaan pada sisi kedudukan dan
kewenangan masing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan
negara demokrasi modern, yaitu salah satunya menegaskan sistem
pemerintahan presidensial dengan tetap mengambil unsur – unsur
pemerintahan parlementer sebagai upaya untuk menutupi kekurangan system
pemerintahan presidensial.
Dalam hal kewenangan lembaga negara, UUD
NRI 1945 menekankan adanya beberapa perubahan pada kewenangan lembaga
legislatif yaitu :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Hal
yang paling menonjol mengenai MPR setelah adanya amandemen UUD adalah
dihilangkannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Selain
itu, perubahan – perubahan yang terjadi di lembaga MPR baik mengenai
susunan, kedudukan, tugas maupun wewenangnya adalah :
a. MPR tidak lagi menetapkan GBHN
b.
MPR tidak lagi mengangkat presiden. Hal ini dikarenakan presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. (Pasal 6A
ayat (1) UUD NRI 1945). MPR hanya bertugas untuk melantik presiden
terpilih sesuai dengan hasil pemilu. (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III UUD
1945).
c. Susunan keanggotaan MPR mengalami perubahan yaitu terdiri
dari anggota DPR dan DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
d. MPR tetap berwenang mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945)
e.
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan
atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila atas usul DPR yang
berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Adanya
amandemen terhadap UUD 1945, sangat mempengaruhi posisi dan kewenangan
DPR sebagai lembaga legislatif. Salah satunya adalah diberikannya
kekuasaan kepada DPR untuk membentuk UU, yang sebelumnya dipegang oleh
presiden dan DPR hanya berhak memberi persetujuaan saja. Perubahan ini
juga mempengaruhi hubungan antara DPR sebagai lembaga legislatif dan
presiden sebagai lembaga eksekutif, yaitu dalam proses serta mekanisme
pembentukan UU. Selain itu, amandemen UUD 1945 juga mempertegas fungsi
DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara. (Pasal 20 A ayat (1) UUD
NRI 1945)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebagai lembaga
negara yang baru dibentuk setelah amandemen UUD, DPD dibentuk dengan
tujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah sebagai wujud keterwakilan
daerah ditingkat nasional. Hal ini juga merupakan tindak lanjut
peniadaan utusan daerah dan utusan golongan sebagai anggota MPR. Sama
halnya seperti anggota DPR, anggota DPD juga dipilih secara langsung
oleh rakyat melalui pemilu. (Pasal 22 C ayat (1) UUD NRI 1945). DPD
mempunyai kewenangan untuk mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain
yang berkait dengan kepentingan daerah. (Pasal 22 D ayat (1) dan (2) UUD
NRI 1945)
Posting Komentar